Sahabat itu selalu ada kala suka dan duka, begitu kata orang-orang kan? Tapi buatku, sahabat adalah ketika kami diam pun kami saling mengerti apa yang harus dilakukan. Dan saat-saat SMA adalah saat-saat yang sulit dilupakan bagi siapapun, termasuk cewek tomboy sepertiku. Disitulah kisah cinta pertama dimulai.
Aku lahir di malam hari di sudut kota, dari rahim seorang ibu muda yang meninggal tidak lama setelah melahirkan. Sosok ibu diganti oleh tetanggaku yang juga teman ayah-ibuku, keluarga itu sama seperti keluargaku. Sarapan, makan siang, makan malam, bermain, mengerjakan tugas sekolah, semua aku lakukan di rumah tetanggaku. Mereka memiliki anak laki-laki tinggi, tampan, pintar, jago olahraga, namanya Dean, usianya hanya beda 3 minggu dariku. Kami adalah sahabat yang seperti saudara kembar, bedanya aku wanita dan dia pria. Bersekolah di sekolah yang sama, kelas yang sama, hanya saja beda tempat duduk karena aku bosan selalu melihat wajahnya. Dia duduk di meja paling belakang sedangkan aku paling depan.
Masa SMA adalah masa kau akan menemukan cinta pertama, dan Dean sangat jauh berubah dari saat SMP. Culun, cuek, pendiam, cemen jika didekati cewek. Sekarang dia sudah besar sepertinya, bergaul dengan anak basket dan sepak bola, kadang baseball, tenis, semua olahraga sepertinya dia suka kecuali beladiri. Tapi aku sangat bodoh jika harus olahraga yang benar, karena itu aku mengikuti beladiri Taekwondo di sekolah. Karena ekskul yang berbeda aku tidak tau banyak tentang sepak terjang Dean dengan cewek-cewek di sekolah, tapi aku tau dia sangat terkenal di kelas.
Minggu awal sekolah, seorang cewek yang cantik sih bisa dibilang, mendekati Dean dengan agresifnya di kelas, melihat itu teman sebangkuku bertanya “siapa dia? Lo gak cemburu Dean didekati begitu?”
“bodo amat, urusannya apa sama gue?” jawabku cuek sambil lanjut membaca komik.
“ih itu dia ngerangkul tangan Dean, gila tu cewek berani banget” lapornya sambil melihat ke arah Dean di belakang. Mendengar itu aku pun berbalik badan, aku melihat tajam ke mata Dean yang sedang sok diam dan melihatku.
“Jen, belikan aku coffee” kata Dean tiba-tiba, sambil melepaskan tangan cewek agresif itu dari tangannya dengan pelan.
“Beli aja sendiri, emang gue babu lo” jawabku ketus sambil mengangkat bokongku keluar kelas. Ya aku sedang menuju kantin untuk membelikan dia coffee sebenarnya, dan Dean mengikuti dari belakang, tanpa berbicara apapun, kami meninggalkan kelas yang terdiam.
“jijik tau gak liat lo begitu, jangan sok ganteng deh” kataku sambil memberi coffee ke Dean,
“gue diem aja kok lo gak liat” jawabnya datar.
“bodo” jawabku galak meninggalkan Dean yang sedang minum coffee kesukaannya.
“Jen, lo tau Rosa anak kelas sebelah? Menurut lo dia gimana?” tanya Dean sembari kami menuju kelas.
“Rosa? Ah. Cantik kok, putih lagi, tapi bego” jawabku meremehkan.
“kan gak sebego lu” jawab Dean datar,
“bodo amat!” aku pergi menuju mejaku dengan galak.
Sore ini seperti biasa aku menunggu Dean di gerbang sekolah karena dia yang terakhir mengurus lapangan setelah ekskul bola, tumben dia lama, sudah hampir sejam aku menunggu dia disini kepanasan dan lapar. Oh ada SMS masuk
Pulanglah duluan, hati2.
Sialan lo Dean! Percuma banget nunggu dia sampai kelaparan begini, ini pertama kalinya dia jahat padaku. Wah sungguh terlalu. Aku berjalan cepat sambil bergumam sendiri sepanjang jalan ke arah halte bis, tapi di dalam minimarket di seberang jalan aku lihat Dean bersama cewek. Cewek itu Rosa. Rosa itu yang kami bicarakan pagi tadi. Rasanya perutku mulas hebat, jantungku seperti dipukul kuat sekali, rasanya aku tidak tau jalan pulang lagi. Ini pertama kali aku rasakan sakitnya yang beda dari sakit saat haid, inikah sakit hati?
Esoknya aku berangkat sekolah lebih pagi, aku minta uang lebih pada ayah untuk sarapan dan akan siang di sekolah, aku tidak pergi ke rumah Dean untuk sarapan dan berangkat bersama seperti biasanya. Rasanya aku marah yang teramat sangat dan tidak tau kapan redanya.
“bawa payung nak, sepertinya akan hujan” kata ayah.
“gak perlu, hujan juga aku bisa pulang. Aku pergi yah” aku pamit pada ayah.
Sampai di sekolah ternyata akulah yang paling pertama datang, aku bengong dan berfikir, inikah rasanya jadi penjaga sekolah?
“heh, lo gak pulang? Kok udah disini aja?” tanya Dean tepat di depan wajahku.
“bukan urusan lo” jawabku ketus.
“nih mama nyuruh bawain sarapan sama makan siangnya sekalian. Nanti pulang bareng jangan lupa, kata ayahmu ketemu di pemakaman aja.” aku diam tidak menjawab, aku sangat malas melihatnya hari ini. Dan aku terus diam di sepanjang pelajaran, aku memilih makan bekal bersama teman-teman cewek. Gosip pun terdengar, Dean pacaran dengan Rosa. Hatiku semakin berantakan, rasa marah semakin naik ke ubun-ubun.
Ayah benar, satu jam sebelum pulang sekolah hujan turun, deras dan berangin. Aku yang sengaja tidak bawa payung akhirnya menyesal. Hari ini aku harus ke pemakaman ibu, hari ini peringatan kematian ibu ke 18 tahun. Hari ini juga ulang tahunku. Ulang tahun yang selalu diadakan di pemakaman, tanpa lilin dan kue, hanya ucapan yang diselingi tangis rindu dari ayah untuk ibu.
“semua bawa payung kan? Jangan pulang hujan-hujanan, besok masih ada sekolah ingat anak-anak” kata guru menggoda kami. Aku menarik nafas panjang, kenapa hari ini terasa sangat lama dan membosankan, terasa sangat jauh bila aku membayangkan naik bis 3 kali untuk sampai ke pemakaman ibu. Ku bawa tas dan kotak makanku, berjalan sendiri dan cepat agar Dean tidak mengikutiku.
“kenapa gak bawa payung? Ayahmu kan sudah bilang untuk bawa. Kenapa keras kepala sekali sih” omel Dean. Aku diam jutek tak menjawab, aku biarkan hujan membasahi pakaian dan rambutku, aku berlari ke arah halte bis meninggalkan Dean yang terdiam. Bis datang tepat waktu, aku yang terakhir masuk dan pintu langsung tertutup. Kulihat Dean masih berlari mengejarku di belakang bis, tapi bis sudah pergi cepat. Dia berhenti berlari, terdiam dengan payung hitam yang melindunginya. Hari ini aku lalui ulang tahunku tanpa dia, setelah 17 tahun sebelumnya dia selalu bersamaku dan selalu menjadi orang pertama yang mengucapkan ulang tahun untukku.
Tiba di pemakaman, ayah terlihat heran aku datang sendirian. Aku mendatanginya dan beliau mengomeliku karena aku basah kuyup. Kami berdoa bersama untuk ibu dan aku tanpa sadar berkata “Ibu, aku ingin kuliah di luar kota. Ibu pasti mengijinkan aku iya kan? Dan ayah pasti mau pindah bersamaku kan?” ayahku kaget dan terdiam.
“aku berjanji akan selalu mendoakan ibu, dan akan selalu datang di ulangtahunku untuk ibu.” ayahku memelukku erat dan menangis. Aku tau ayahku akan selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Ayah maaf aku egois, tapi aku ingin melupakan Dean.
Aku meminta ayah untuk menginap di rumah saudara kami yang tidak jauh dari tempat pemakaman ibu, aku bolos sekolah besok dan ayah mengijinkan. Aku bilang aku kangen keluarga ibu dan akan kembali sendiri besok sore. Tapi Ayah harus pulang malam ini karena besok harus mengurus toko keluarga yang menjadi sumber pencarian keluarga kami. Malam itu pukul 11 malam aku mendapat SMS.
Pulang jam berapa? Mau kado tidak?
Dikirim oleh Dean. Ku matikan handphoneku dengan cepat.
Saat aku pulang, di kamar di atas meja belajarku, kulihat ada kotak kecil berwarna orange dengan pita coklat di atasnya dan memo kecil di sampingnya. Aku tahu itu pasti Dean.
SELAMAT ULANG TAHUN BROTHER!
Brother. Aku hanya brother. Ku buang kertas itu, lalu kubuka kadoku. Gelang silver dengan satu mutiara di tengahnya, sangat feminim sekali. Menjijikan.
Aku terus diam dan berangkat lebih pagi dari Dean, kami tidak pernah berangkat dan makan bersama lagi. Kecuali jika Dean masih di sekolah, maka aku akan datang ke rumahnya untuk makan bersama keluarganya. Kabar Dean berpacaran menjadi headline di sekolah, Rosa selalu menunggu Dean selesai ekskul untuk pulang bersama dan selalu makan siang di kantin bersama. Teman-teman bertanya kenapa aku tidak pernah bersama Dean lagi, aku hanya diam dan menyuruh mereka berpikir sendiri.
Seminggu lagi kelulusan SMA dan aku masih belum berteman lagi dengan Dean, dia sudah diterima di universitas paling bagus di kota B dan aku juga sudah diterima di universitas di kota C. Kota C sangat jauh dari kampungku, sekitar 4 jam naik bis, aku yakin aku akan lebih malas untuk pulang kampung.
Aku berpikir sepanjang hari, haruskah aku minta maaf karena aku tidak mau berteman dengannya lagi? Atau haruskan aku bilang aku tidak suka jika dia bersama Rosa? Pikiranku kacau dan sulit untuk mengumpulkan nyali untuk menemuinya. Sampai di malam sebelum kelulusan, akhirnya aku bulatkan tekadku untuk minta maaf lebih dulu dan menunggu dia di depan rumahnya. Dia sedang keluar bersama temannya, mungkinkah Rosa?
Tepat pukul 9 malam, terdengar suara kaki melangkah tak jauh dari depan pintu rumah Dean. Aku yang menunggunya di ruang tamu dan sedang bersiap menyambutnya dengan kalimat yang sudah semalaman kususun, berdiri di belakang pintu.
“pulanglah” suara Dean datar.
“oke. Dean makasih ya udah nemenin” suara genit cewek yang membuat aku penasaran siapa. Lalu aku mengintip dari balik pintu, itu Rosa! Dengan cepat Dean berbalik badan hendak membuka pintu.
“Dean tunggu” JDAR! Rosa mencium Dean. Dadaku aduh dadaku sesak melihat ini. Aku lari menuju pintu belakang untuk kabur, aku gak mau Dean melihatku sedang menunggu dia. Aku kabur dan… menangis. Cinta pertamaku rasanya hambar dan sakit. Dan aku benci Rosa.
Aku lewat pintu belakang untuk pulang ke rumahku, ada ayah yang sedang menonton televisi di dalam.
“ayah besok aku duluan ke kota C ya, ada masalah sama kosan yang mau aku tempati”
“loh kan besok kelulusanmu, kamu gak datang nak?” tanya ayah kaget.
“engga yah, ayah aja ya tolong bawakan ijasahku nanti. Makasih ayah” jawabku cepat dan aku segera berlari ke dalam kamarku di lantai 2.
Besok pagi, aku pergi meninggalkan rumah ini, keluarga Dean, sekolah dan cinta pertamaku. Mungkin benar kata orang, cinta pertama tidak selalu berhasil. Aku ambil gelang pemberian Dean, kutaruh dalam kotaknya lagi dan kubuang dalam tempat sampah sembari menangis.
BERSAMBUNG
Sumber : http://cerpenmu.com
0 komentar:
Posting Komentar